Friday, December 26, 2008

BAHASA ARAB DAN PEMBELAJARANNYA BAGI NON ARAB

Oleh: Lalu Mufti Sadri, MA.
A. Karakteristik Bahasa Arab
Bahasa Arab termasuk salah satu rumpun bahasa semit selain bahasa Mesir kuno, bahasa Berber, dan bahasa-bahasa kusyitika
[1]. Bahasa Arab banyak dipakai oleh bangsa-bangsa yang tinggal di sekitar sungai Tigris dan Eufrat, dataran Syria dan jazirah Arabia (timur tengah).[2] Bangsa-bangsa itu terbagi kepada beberapa suku dan kabilah, di mana yang satu dengan yang lainnya terpisah, kecuali hubungan mereka sangat lemah. Mereka memiliki adat-istiadat yang sama, hanya saja kesatuan bahasa yang terbentuk secara lemah itu terpelihara sangat baik, berkat adanya pasar Ukaz, yang selain sebagai tempat pertemuan bisnis, juga merupakan pertemuan seni-sastra di antara mereka.[3]
Sejak menjelang abad ketiga masehi, bahasa ini berkembang menjadi suatu bahasa yang terkenal. Dalam perkembangannya, bahasa Arab dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu a) bahasa Arab klasik yang merupakan bahasa al-Qur’an dan bahasa yang dipakai oleh para pujangga dan penyair seperti Ibnu Khaldun, al-Mutanabhi dan lain-lain, b) bahasa Arab sastra (fushha modern) adalah bahasa yang dipakai dalam surat kabar, radio, buku dan lain-lain, dan c) bahasa Arab tutur yaitu bahasa yang dipakai dalam pergaulan sehari-hari.
[4]
Sedangkan varietas bahasa Arab menurut Clive Holes ada dua macam yaitu bahasa Arab fushha (MSA: modern standard arabic dan CLA: clasical arabic) dan bahasa Arab ‘âmiyah (the vernacular)
[5]. Adapun varietas bahasa Arab yang penulis kaji dalam penelitian ini yaitu bahasa Arab standar fushha sebagaimana yang digunakan oleh bahan ajar Tareq, selaku obyek kajian penulis dalam penelitian ini.
Bahasa Arab merupakan bahasa dengan jumlah penutur lebih dari 200 juta jiwa di dunia, bahasa ini telah menjadi bahasa Internasional yakni dengan dimasukkannya ke dalam salah satu bahasa resmi di Dewan Keamanan Bangsa-Bangsa (DK-PBB) sejak 1 Januari 1974 di samping bahasa Inggris, Prancis, Spanyol, Rusia dan China.
[6] Dengan demikian, bahasa Arab sendiri memiliki posisi khusus di antara bahasa-bahasa lain di dunia, karena bahasa Arab bagi kaum muslimin secara khusus memiliki arti penting untuk dipelajari. Ada beberapa alasan pentingnya bahasa Arab dikuasai oleh umat manusia, khususnya kaum muslimin yaitu karena bahasa Arab merupakan: a) bahasa al-Qur’an; b) bahasa dalam ibadah shalat; c) bahasa al-Hadits yang mulia; d) bahasa dalam pergaulan ekonomi bangsa Arab; dan e) bahasa dengan penutur cukup banyak di dunia.[7] Hal ini juga didukung oleh ungkapan ibnu Fâris bahwa bahasa Arab merupakan bahasa paling mulia dan luas, hal tersebut cukup ditunjukkan dengan dipilihnya bahasa Arab sebagai bahasa al-Qur’an.[8]
Setiap bahasa memiliki karakteristik sendiri-sendiri, begitu juga dengan bahasa Arab dengan segala kelebihannya. Tidak diragukan lagi bahwa bahasa Arab memiliki susunan paling logis dan paling jelas keterangannya, juga paling unggul rasa bahasanya. Sebagaimana ungkapan Ibnu Khaldûn: ”Bahasa Arab merupakan harta yang dimiliki oleh orang Arab, karena bahasa Arab adalah sebenar-benar harta dan paling jelas keterangannya mengenai pengungkapan maksud dan tujuan”
[9] Jadi, motivasi mempelajari bahasa Arab tidak hanya terbatas pada kepentingan dunia namun juga kepentingan akherat karena di dalam Islam ada keharusan untuk menguasai bahasa Arab guna memahami al-Qur’an selaku kitab suci kaum muslimin.
Di samping itu, kelebihan dan keistimewaan bahasa Arab secara khusus juga dijelaskan oleh Suyutî dalam al-Muzhir
[10] antara lain: a) mufradatnya yang banyak dan tersebar pada pribahasa dan majas, b) al-ta’wîdh; yakni kata mengganti kata, seperti masdhar mengganti posisi amr contoh: ”Shabran ’ala Yâsir fainna mau’idakum al-jannah”, fâ’il mengganti mashdar contoh: ”laisa liwaqatiha kâzibah”. b) Faqq al-Idghâm; yakni meringankan kalimat dengan membuang, contoh: ”lam yaku”, c) tidak ada kecuali berlaku di bahasa Arab, contoh: pembedaan harakat berimplikasi kepada perbedaan makna, contoh: miftah (dengan mim baris kasrah) berarti kunci atau alat untuk membuka, sedangkan maftah (dengan mim baris fathah) berarti tempat membuka.
Bahasa Arab sangat kaya dengan mufradât dan mutarâdifât; kita menemukan kata-kata dalam bahasa Arab yang mengandung makna lebih dari satu seperti kata العيون و الجبن , kata al-‘uyûn kadang berarti indera penglihatan tapi juga bisa berarti sekumpulan orang yang mencari berita atau disebut sebagai mata-mata, ditambah lagi bahwa bahasa Arab kaya dengan persamaan kata (mutarâdifât) seperti kata أسد – الليث-الضيغم – الهزبر yang menunjukkan satu makna yaitu binatang pemangsa yang hidup di hutan-hutan, namun sebagian mufradât ini ada yang jelas dan dikenal maknanya namun ada juga yang tidak.
[11] Tarâduf dalam bahasa Arab bisa terdapat pada isim, fi‘il ataupun sifat dan lain sebagainya, seperti kata asad yang memiliki 500 kata, tsu’ban memiliki 200 kata, ‘asl memiliki 80 kata, kata saif memiliki 1000 kata, kata dhahiyyah memiliki 400 kata, kemudian untuk masing-masing kata mathar, rîh, nûr, hajar, mâ’, birr mencapai 20-300 kata. Kemudian kata yang berkaitan dengan jamal dan semacamnya mencapai 5.644 kata, juga kata-kata sifat yang masing-masing mencapai 10 kata.[12]
Bahasa Arab merupakan bahasa yang juga paling kaya dengan ”suara” yakni tidak ada bahasa di dunia ini yang melebihi bahasa Arab dalam hal pengucapan huruf-huruf yang sesuai dengan makhrajnya masing-masing. Satu huruf memiliki suara yang berbeda jika diucapkan, karena harakatnya yang beragam. Dari segi Sharf, bahasa Arab memiliki sistem pengembangan kosakata yang disebut dengan isytiqaq, yaitu perubahan bentuk kata yang terjadi dalam kosakata itu sendiri; atau kata itu memiliki tiga dasar, yakni terdiri dari af’âl, asmâ’ dan juga shifât yang dengan bentuk-bentuk tersebut bisa dibangun beragam kata. Selain itu, bahasa Arab merupakan bahasa Siyagh (yang memiliki bentuk-bentuk kata tertentu) yang bersama-sama dengan isytiqâq menjadi dasar pembentukan kosakata dan pengembangan bahasa Arab. Masih dengan topik yang sama, bahasa Arab juga merupakan bahasa Tashrif yakni bahasa yang memiliki huruf-huruf yang berubah akhirnya karena dirasa berat diucapkan oleh oleh orang Arab. contohnya kata ”ميزان ” seharusnya berbunyi ”موزان” namun berubah menjadi ”ميزان ” karena dirasa berat dalam pengucapan.
[13]
Bahasa Arab adalah bahasa yang memiliki beragam struktur kalimat, pola-pola kalimat yang dimiliki bermacam-macam. Ada jumlah ismiyah, jumlah fi’liyah, jumlah khabariyah, jumlah insyâ’iyah, jumlah istifhâmiyah, dan sebagainya. Atas dasar ini, maka bahasa Arab menjadi bahasa dengan pola pengungkapan yang beragam meskipun terkadang maknanya sama.
Dari segi qawâ‘id, bahasa Arab menyangkut sistem penulisan ucapan yang selalu ajeg, tidak seperti bahasa-bahasa lainnya dalam sistem penulisan dan pengucapan.
[14] Bahasa Arab dengan kaidah-kaidahnya mengatur bagaimana kata, klausa dan kalimat teratur dalam penulisan maupun pengucapan, bahkan penguasaan terhadap kaidah-kaidah bahasa Arab membuat pembelajar cepat memahami struktur kalimat yang dipelajari.[15]

B. Pembelajaran Bahasa Arab bagi non Arab
Pembelajaran bahasa Arab bagi non Arab dimulai dari pertama kali pada abad ke 17, ketika bahasa Arab mulai diajarkan di Universitas Cambridge Inggris. Sementara di Amerika, perhatian terhadap bahasa Arab dan pembelajarannya baru dimulai pada tahun 1947 di sekolah-sekolah tentara Amerika. Di Mesir, terdapat banyak pusat pembelajaran bahasa Arab, ditandai dengan banyaknya proyek pengembangan bahasa Arab yang ada. Pada setiap pusat-pusat pembelajaran bahasa ini, dipastikan ada proyek pengembangan bahasa Arab lengkap dengan tujuan-tujuan khusus, sejumlah perencanaan dan materi-materinya.
[16]
Pembelajaran bahasa Arab bagi non Arab merupakan satu hal yang tidak bisa dihindari, karena urgensi bahasa Arab bagi masyarakat dunia saat ini, cukup tinggi baik yang muslim maupun non muslim. Hal ini terbukti dengan banyaknya lembaga-lembaga pembelajaran bahasa Arab diberbagai negara antara lain Lembaga Radio Mesir, Universitas Amerika di Mesir, Institur Kajian Keislaman di Madrid Spanyol, Institut Syamlan di Lebanon, Markaz Khortum di Sudan, LIPIA di Jakarta, Institut-Institut Pembelajaran bahasa Arab milik Yayasan al-Khoury dari Emirat Arab yang tersebar di Indonesia, masing-masing di Surabaya, Makasar, Malang, Bandung dan Solo, pondok-pondok Pesantren di Pelosok negeri ini.
[17]
Banyak alasan mengapa orang-orang non Arab mempelajari bahasa Arab, menurut Thu’aimah,
[18] beberapa alasan non Arab mempelajari bahasa Arab antara lain: a) Motivasi agama terutama Islam karena bahasa kitab suci kaum muslimin berbahasa Arab menjadikan bahasa Arab harus dipelajari sebagai alat untuk memahami ajaran agama yang bersumber dari kitab suci al-Qur’an; b) Orang non Arab akan merasa asing jika berkunjung ke Jazîrah Arabia yang biasanya menggunakan percakapan bahasa Arab baik ’âmiyah maupun fushha jika tidak menguasai bahasa Arab; c) Banyak karya-karya para ulama klasik bahkan hingga yang berkembang dewasa ini, menggunakan bahasa Arab dalam kajian-kajian tentang agama dan kehidupan keberagamaan kaum muslimin di dunia. Sehingga itu, untuk menggali dan memahami hukum maupun ajaran-ajaran agama yang ada di buku-buku klasik maupun modern, mutlak mengguanakan bahasa Arab.
Pembelajaran bahasa Arab dengan berbagai karakteristiknya serta motivasi mempelajarinya di kalangan masyarakat non Arab, tetap saja memiliki banyak kendala dan problematika yang dihadapi karena bahasa Arab tetap bukanlah bahasa yang mudah untuk dikuasai secara total. Problematika yang biasanya muncul dalam pembelajaran bahasa Arab bagi non Arab terbagi ke dalam dua problem; problem linguistik dan non linguistik. Adapun yang termasuk problem linguistik yaitu tata bunyi, kosakata, tata kalimat dan tulisan. Sementara yang termasuk pada problem non linguistik yang paling utama adalah problem yang menyangkut perbedaan sosiokultural masyarakat Arab dengan masyarakat non Arab.
Persoalan yang menyangkut aspek linguistik antara lain: pertama, masalah Tata Bunyi; Sebenaranya pengajaran bahasa Arab di asia tenggara umumnya dan khususnya di Indonesia, sudah berlangsung berabad-abad lamanya. Akan tetapi aspek tata bunyi sebagai dasar untuk mencapai kemahiran menyimak dan berbicara masih kurang diperhatikan. Hal ini menurut Chotib,
[19]disebabkan oleh karena tujuan pembelajaran bahasa Arab hanya diarahkan untuk menguasai bahasa tulisan dalam rangka memahami bahasa kitab-kitab berbahasa Arab saja, kemudian pengertian hakekat bahasa lebih banyak didasarkan atas dasar metode gramatika-terjemah, yaitu suatu metode mengajar yang banyak menekankan kegiatan belajar pada penghafalan kaidah-kaidah tata bahasa dan penerjemahan kata perkata. Dengan sendirinya, gambaran dan pengertian bahasa atas dasar metode ini tidak lengkap dan utuh, karena tidak mengandung tekanan bahwa bahasa itu pada dasarnya adalah ujaran.
Badri mengungkapkan bahwa mengajarkan berbicara lebih penting daripada mengajarkan menulis, karena berbicaralah yang benar-benar mencerminkan bahasa, sebab ia menonjolkan aspek-aspek bunyi dan menjelsakn cara pengucapan yang benar dengan segala aspeknya yang kurang diperhatikan oleh kemahiran menulis. Di samping itu, berbicara lebih dahulu dari pada menulis, dan mempelajarinya sejalan dengan tabiat mempelajari bahasa. Anak kecil baru belajar menulis setelah lewat beberap tahun khususnya mmpelajari bahasa dengan mendengar dan bebicara.
[20]
Terkait dengan tata bunyi, ada beberapa problem tata bunyi yang perlu menjadi perhatian para pembelajar non Arab salah satunya fonem Arab yang tidak ada padanannya di bahasa Indonesia, melayu maupun Brunei misalnya, ث ح خ ذ ص ض ط ظ ع غ ق , seorang pelajar Indonesia umpamanya, akan merasa kesulitan dalam mengucapkan fonem-fonem tersebut, sehingga apabila ada kata Arab yang mengandung fonem-fonem tersebut masuk ke bahasa Indonesai, maka fonem-fonem itu akan berubah menjadi fonem lain. zha’ atau dhad dalam bahasa Arab akan berubah menjadi Lam dalam bahasa Indonesia contohnya zhahir – lahir, madharat –melarat, zhalim – lalim. Demikian juga qaf berubah menjadi kaf seperti Waqt-waktu, qadr-kadar, qalb-kalbu dan sebagainya. Di samping itu, beberapa fonem Indonesia tidak ada padanannya dalam bahasa Arab seperti /p/, /g/ dan /ng/, sehingga fonem /p/ diucapkan orang Arab dengan ba’ seperti kata Jepang menjadi اليابان , Spanyol menjadi اسبانيا , fonem /g/ diucapkan menjadi ghain atau jim, seperti kata Bogor menjadi بوجور , kata Mongol menjadi مغول , fonem /ng/ diucapkan menjadi nun atau nun dan jim atau nun dan ghain, seperti kata Inggris menjadi انجليز , kata Bandung menjadi باندونج.
[21]
Kedua, masalah Kosakata; Kosakata yang banyak diadopsi oleh bahasa Indonesia menjadi nilai tambah bagi orang Indonesia mempelajari bahasa Arab dengan mudah, karena makin banyak kosakata Arab yang digunakan dalam bahasa nasional Indonesia, makin mudah pula orang Indonesia membina kosakata, memberi pengertian dan melekatkannya dalam ingatan. Namun demikian, perpindahan kata dari bahasa asing ke dalam bahasa Arab dapat menimbulkan berbagai persoalan, antara lain: 1. Pergeseran arti, seperti kata masyarakat yang berasal dari kata مشاركة, dalam bahasa Arab arti kata masyarakat ialah keikutsertaaan, partisispasi atau kebersamaan. Sementara dalam bahasa Indonesia artinya berubah menjadi masyarakat yang dalam bahasa Arab dikatakan مجتمع , demikian pula dengan kata dewan yang berasal dari kata ديوان yang berarti kantor dan kata rakyat yang berasal dari kata رعية yang berarti gembalaan. 2. Lafaznya berubah dari bunyi aslinya, seperti berkat dari kata بركة , kata kabar dari kata خبر, kata mungkin dari kata ممكن dan kata mufakat berasal dari kat. موافقة 3. Lafaznya tetap, tetapi artinya berubah, seperti kata كلمة yang berarti susunan kata-kata yang bisa memberikan pengertian, berasal dari bahasa Arab كلمات yang berarti kata-kata.
[22]
Ketiga, masalah Tata kalimat; Dalam membaca teks bahasa Arab, pembelajar harus memahami artinya terlebih dahulu. Dengan begitu pembelajar akan bisa membacanya dengan benar. Hal ini tidak lepas dari pengetahuan tentang ilmu nahwu dalam bahasa Arab yakni untuk memberikan pemahaman bagaimana cara membaca yang benar sesuai kaidah-kaidah bahasa Arab yang berlaku. Sebenarnya ilmu nahwu tidak hanya berkaitan dengan i`rab dan binâ’, melainkan juga penyusunan kalimat, sehingga kaidah-kaidahnya mencakup hal-hal selain i`rab dan binâ’ seperti al-muthâbaqah (kesesuaian) dan al- al-mauqi`iyyah (tata urut kata). Al-muthâbaqah (kesesuaian) yakni seperti kesesuaian mubtada’ dan khabar, sifat dan mausûf, persesuaian dari segi jenis kelamin yakni mudzakar dan muannats, segi jumlah yakni mufrad, mutsanna dan jama` dan segi ma`rifat dan nakirah. Contoh:
1) Mubtada’ dan Khabar
التلميذ مجتهد - التلميذة مجتهدة - التلميذان مجتهدان - التلاميذ مجتهدون
2) Shifah dan Maushûf
عندي بيت جديد – عندي سيارة جديدة – اشتريت كتبا قيمة – قرأت الكتب القيمة
Sedangkan al-mauqi’iyyah seperti fi’il harus terletak di depan atau mendahului fâ’il dan khabar haruslah terletak sesudah mubtada’ kecuali apabila khabar itu zharaf atau jar majrûr, maka boleh atau wajib mendahului mubtada’.
[23] Jadi, tata kalimat merupakan sesuatu yang tidak mudah dipahami oleh pembelajar non Arab. Aturan gramatika bahasa Arab sangat komplek, penuh dengan kandungan filosofis yang memerlukan perhatian yang mendalam dalam setiap struktur bahasanya.
Keempat, masalah Tulisan; Tulisan Arab yang berbeda sama sekali dengan tulisan latin menjadi kendala tersendiri bagi pembelajar bahasa Arab non Arab. Tulisan Latin dimulai dari kanan ke kiri, sedangkan tulisan Arab dimulai dari kiri ke kanan. Huruf Latin hanya memiliki dua bentuk, yaitu huruf kapital dan huruf kecil, maka huruf Arab mempunyai berbagai bentuk, yaitu bentuk sendiri (ﻉ), bentuk awal (ﻋ), bentuk tengah(ﻌ), bentuk akhir(ﻊ).
[24] Dengan sejumlah perbedaan tulisan yang ada antara bahasa Arab dengan bahasa Latin ini maka para pembelajar non Arab tidak akan bisa dengan mudah menulis huruf-huruf Arab apalagi menuangkannya dalam karangan yang panjang dan memiliki nilai keindahan kecuali para pembelajar telah melalui proses belajar yang lama dan teratur.
Di samping persoalan linguistik yang yang dihadapi oleh pembelajar non Arab, persoalan non linguistik juga menjadi kendala keberhasilan pembelajaran yakni kondisi sosio-kultural bangsa Arab dengan non Arab (Indonesia). Problem yang mungkin muncul ialah bahwa ungkapan-ungkapan, istilah-istilah dan nama-nama benda yang tidak terdapat dalam bahasa Indonesia tidak mudah dan tidak cepat dipahami oleh pembelajar Indonesia yang sama sekali belum mengenal sosial dan budaya bangsa Arab. Contoh ungkapan “بلغ السيل الزبا” /balaga al-sail al-zuba, maknanya adalah “nasi telah menjadi bubur”, bukan “air bah telah mencapai tempat tinggi”. Selain itu, peribahasa “قبل الرماء تملأ الكنائن” /qabla al-rimâ’ tumla’u al-kanâin (sebelum memanah, penuhi dulu tempat anak panahmu), di Indonesia, pribahasa ini sama maknanya atau diartikan dengan pribahasa “sedia payung sebelum hujan”. Latar belakang sosial budaya orang Arab dahulu adalah sering mengadakan perang, maka mereka mengatakan pribahasa seperti itu. Sedangkan bangsa kita sering mengalami musim hujan, maka kita menggunakan pribahasa itu.
[25] Jadi, pengetahuan tentang konteks sosio-kultural pemilik bahasa yang dipelajari sangat penting, karena dengan pengetahuan tersebut diharapkan dapat lebih cepat memahami pengertian dari ungkapan-ungkapan, istilah-istilah dan benda-benda yang khas bagi bahasa Arab serta mampu menggunakan ungkapan-ungkapan tersebut pada situasi dan waktu yang tepat.
Selain harus memperhatikan faktor linguistik dan non linguistik tersebut di atas, faktor penggunaan bahan ajar dalam pembelajaran juga menjadi sesuatu yang urgen, karena peranannya di samping guru hingga saat ini, masih menjadi instrumen yang cukup menentukan keberhasilan pembelajaran. Bahan ajar-bahan ajar yang banyak digunakan di kalangan non Arab terutama di Indonesia antara lain ditulis oleh penulis Indonesia sendiri, maupun buku ajar-buku ajar yang ditulis oleh orang Arab.
Sejumlah bahan ajar yang ditulis oleh para pakar bahasa Arab Indonesia antara lain: 1) Durûs al-Lughah al-‘Arabiyyah, Karya Mahmud Yunus, terbitan Hidakarya Jakarta, cet. 28 tahun 1980, 2) Al-‘Arabiyyah bi al-Namâzij karya A.R. Partosentono, dkk. terbitan Bulan Bintang Jakarta, cet. I tahun 1976 dan cet. terbaru tahun 2007. 3) al-‘Arabiyyah Li Tullâb al-Jâmi‘ah karya Chatibul Umam dkk. terbitan Darul Ulum Press Jakarta, cet. I 2003 dan cet. Terbaru 2004. 4) Buku Pelajaran bahasa Arab MA karya Aziz Fakhrurrozi dkk, terbitan Departemen Agama Jakarta, tahun 1999. 5) Pelajaran Bahasa Arab untuk Madrasah Aliyah, karya HD. Hidayat, terbitan Toha Putra Semarang, mulai 1984 hingga cet. terakhir 2007 di mana cetakan 2007 dilengkapi dengan latihan menyimak. 6) Dars al-Lughah al-‘Arabiyyah, untuk MA (Juara I Lomba Buku Ajar Guru MA Tingkat Nasional) karya Zainuri Siroj, terbitan Aneka Ilmu Semarang, tahun 2006, dan masih banyak lagi buku ajar bahasa Arab yang lain.
Banyaknya buku ajar yang muncul dan ditulis oleh para pakar bahasa Arab di Indonesia, menunjukkan bahwa motivasi pembelajaran bahasa Arab bagi masyarakat Indonesia cukup tinggi. Keberadaan sejumlah buku ajar ini, diharapkan akan menjadi upaya untuk mengajarkan bahasa Arab dengan pendekatan yang lebih mengakar dengan budaya dan lingkungan kehidupan pembelajar. Namun yang terjadi berbeda dengan harapan tersebut, sebagian besar buku ajar yang penulis sebutkan di atas, masih mengadopsi pendekatan struktural yang mengarahkan pembelajar pada penguasaan keterampilan membaca dan menulis saja, sehingga keterampilan menyimak dan berbicara menjadi kurang diperhatikan. Akibat dari kondisi ini, sering ditemukan seorang pembelajar yang pandai membaca kitab-kitab klasik atau nash-nash berbahasa Arab dengan penjelasan kandungan gramatikalnya yang mendalam, namun pembelajar tersebut kurang mampu menjelaskan apa yang dibacanya dengan menggunakan bahasa Arab atau berkomunikasi bahasa Arab secara umum. Hal ini menurut penulis bisa dimaklumi karena penggunaan buku ajar yang masih berorientasi struktural tersebut.
Patut disyukuri bahwa adanya perhatian pemerintah Indonesia sendiri terhadap pengembangan bahasa Arab terlihat pada penerbitan sejumlah buku ajar tersebut dan pemberlakuan mata pelajaran bahasa Arab di madrasah-madrasah baik dari tingkat MI, MTs maupun MA sebagai mata pelajaran wajib di semua jurusan. Di samping itu juga, bahasa Arab menjadi bahasa asing pada jurusan bahasa yang diajarkan pada sekolah-sekolah umum terutama di tingkat SMA.
Bahan ajar-bahan ajar yang masuk dan dibelajarkan di Indonesia yang ditulis langsung oleh orang Arab sendiri, antara lain: (1) Al-‘Arabiyyah li al-Nâsyi’în (1983) ditulis oleh Muhammad Ismâ‘îl Shînî dan diterbitkan atas kerja sama Menteri Pendidikan Kerajaan Arab Saudi dengan Universitas Riyâdh, konon buku ini telah digunakan secara luas di Indonesia terutama di Pondok-pondok pesantren hingga di perguruan tinggi-perguruan tinggi Islam bahkan juga di lembaga-lembaga kursus hingga saat ini; (2) Linguaphone (1991) oleh Fuad H. Megally dan diterbitkan oleh Linguaphone Institute Limited London; (3) Al-‘Arabiyyah Bain Yadaik (2003) oleh Abd al-Rahman ibn Ibrâhîm al-Fauzan dkk. yang diterbitkan oleh Mu’assasat al-Waqaf al-Islâmî Riyâdh; (4) Silsilah Al-‘Arabiyyah Lighair al-Nâthiqîn biha, disunting oleh ‘Abd Allah ibn Hâmid al-Hâmid dan Team, diterbitkan Jâmi‘ah al-Imam Muhamad ibn al-Su’ûd al-Islâmiyyah Riyâdh tahun 1414 H/1994 M, sementara untuk cetakan pertama Indonesia tahun 1422/2000 oleh Lembaga Dakwah dan Ta‘lim Jakarta. Buku ini terdiri dari empat mustawa (tingkatan) yaitu mustawa awwal 6 jilid, mustawa tsâni 10 jilid, mustawa tsâlits 13 jilid, dan mustawa râbi‘ 15 jilid; (5) Tareq
[26] bahan ajar yang terbit tahun 2003, disunting oleh Bahige Mulla Huech and Team, diterbitkan oleh Didaco. S.A. Spanyol kemudian didistribusikan oleh pihak Râbithah al-‘Âlam al-Islâmî. Bahan ajar ini telah didistribusikan ke beberapa negara yakni tidak kurang dari 10 negara tujuan antara lain Spanyol (sebagai penerbit), Turki, Malaysia, Rusia, Indonesia, Prancis, Inggris, Jerman, Portugis, dan Italia. Tareq telah diterjemahkan ke dalam bahasa negara-negara tersebut termasuk ke bahasa Indonesia.Selain bahan ajar bahasa Arab di atas, masih banyak lagi bahan ajar bahasa Arab yang lain yang masuk dan tersebar di Indonesia, namun paling tidak bahan ajar-bahan ajar yang penulis sebutkan di atas, merupakan bahan ajar yang banyak digunakan baik di sejumlah pondok pesantren dan perguruan tinggi di Indonesia. Dalam tesis ini, bahan ajar Tareq dipilih sebagai obyek kajian penelitian karena beberapa alasan antara lain bahan ajar ini tergolong baru dan belum begitu dikenal oleh masyarakat pembelajar bahasa Arab; bahan ajar ini cukup modern karena memiliki perangkat ajar multimedia (audiovisual); menarik dari sisi tampilan fisik; memiliki materi dan metode pembelajaran yang mengarah kepada kemampuan komunikatif pembelajar; dan pengenalan budaya Arab dan Islam lebih tampak pada sebagian besar materi-materi ajarnya; metodologi pembelajaran yang ditawarkan cukup progresif karena bisa otodidak dan lain sebagainya.


[1] ‘Alî ‘Abd al-Walid Wâhid Wâfî, Ilm al-Lughah, (Kairo: Maktabah Nahdhah, 1962), h. 185
[2] Yûnus ‘Alî al-Muhdor dan Bey Arifin, Sejarah Kesusasteraan Arab, (Surabaya: Bina Ilmu, 1983), h. 12
[3] Abdul Mun‘im, Analisis Kontrastif: Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pustaka al-Husna Baru, 2004), h. 23
[4] Team Dirjen Bimas Islam, Pedoman Pengajaran Bahasa Arab pada Perguruan Tinggi Agama/IAIN, (Jakarta: Proyek Pengembangan Sistem Pendidikan Agama Departemen Agama, 1974), h. 49.
[5] Clive Holes, Modern Arabic: Structure, Function and Varieties, (London: Longman Group Limited, 1995), h. 4. Lihat juga Rusydî Ahmad Thu‘aimah dalam Ta‘lîm al-Lughah Lighair al-Nâthiqîna biha (Rabât: ISESCO, 1989), h. 42. Diungkapkan bahwa bahasa Arab terbagi menjadi dua varietas yaitu fushha dan ‘amiyah; fushha dibagi dua yakni fushha al-turâts (bahasa arab resmi yang digunakan oleh sejumlah kitab-kitab klasik) dan al- fushha al-mu‘âshirah (bahasa Arab resmi modern yang biasa digunakan dalam bahasa-bahasa surat kabar harian, tulisan-tulisan dan surat-surat keputusan serta khutbah-khutbah, periklanan, konferensi-konferensi internasional dan lain sebagainya).
[6]Clive Holes, Modern Arabic: Structure, Function and Varieties, h. 1
[7] Muhammad Alî al-Khûlî, Asâlîb Tadrîs al-Lughah al-‘Arabiyyah, (Riyâdh: al-Mamlakah al-Arabiyyah al-Su’ûdiyyah, 1989), cet. III, h. 19-20
[8] Lihat Ahmad Ibn Fâris, al-Shâhibî fi Fiqh al-Lughah wa Sunan al-Arab fi Kalâmiha, (Kairo, 1910), h. 13
[9] ‘Abd al-Rahman Ibn Khaldûn, Muqaddimah, (Beirut: Dâr Ihyâ al-Turats al-Arabî, tt), h. 546
[10] ‘Abd al-Rahman Jalâludin Al-Suyûthî, al-Muzhir fi ‘Ulûm al-Lughah wa Anwâiha, (Kairo: al-Bab al-Halabî, tt), h. 123
[11] Lihat Nâshir ‘Abd Allah al-Ghâlî dan ‘Abd al-Hamîd ‘Abd Allah, Usus I‘dâd al-Kutub al-Ta‘lîmiyyah Lighair al-Nâthiqîn bi al-‘Arabiyyah. (Riyâdh: Dâr al-Ghâlî, tt), h. 78-79
[12] Lihat ‘Alî ‘Abd al-Wâhid Wafî, Fiqh al-Lughah. (Kairo: Dâr al-Nahdhah, tt), h. 168-169
[13] Rusydi Ahmad Thu‘aimah, Ta‘lîm al-Lughah, h. 36
[14] Muhammad Daidawi, ‘IIm al-Tarjamah baina al-Nazhariyah wa al-Tathbîq, (Tunis: Dâr al-Ma’rif, 1992), h. 245-246
[15] Rusydi Ahmad Thu‘aimah, Ta‘lîm al-Lughah, h. 36
[16] Fathî ‘Alî Yûnus dan Muhammad ‘Abd al-Rauf al-Syeikh, al-Marja` fi Ta`lîm al-Lughah al-‘Arabiyyah li al-Ajânib, (Kairo: Maktabah Wahbah, 2003), h. 21-22
[17] Syuhadak, Pembelajaran Bahasa Arab bagi Muslim Indonesia, (naskah pidato ilmiah pada Rapat Terbuka Senat UIN Malang, 2005-2006), (Malang: UIN Malang, 2006), h. 19
[18] Rusydi Ahmad Thu‘aimah, Ta‘lîm al-Lughah, h. 31-32
[19] Ahmad Chotib, dkk. Pedoman Pengajaran Bahasa Arab untuk Perguruan TinggiAgama Islam, (Jakarta: Departemen Agama RI, 1976), h. 79.
[20] Kamâl Ibrâhîm Badrî, al-Awlawiyat fi Manhaj Ta’lîm al-Lughah al-‘Arabiyyah fi Madâris Indonesia, (Seminar Internasional Pengembangan Pengajajaran Bahasa Arab di Indonesia 1-3 September di Jakarta), h. 6
[21] Chatibul Umam, ”Problematika Pengajaran Bahasa Arab”, Jurnal al-Turats, No. 8, 1999, h. 6-7
[22] Chatibul Umam, ”Problematika Pengajaran Bahasa Arab”, h. 8
[23] Ahmad Chotib, dkk. Pedoman Pengajaran Bahasa Arab untuk Perguruan Tinggi Agama Islam, h. 82-83
[24] Lihat Bahige Mulla Huech and Team, Tareq: Pendahuluan, Kaligrafi dan Tata Bahasa, (Spanyol: Didaco. S.A, 2003), h. iv
[25] Chatibul Umam, ”Problematika Pengajaran Bahasa Arab”, h. 11-12
[26] Diakses dari http://www.halalco.com/. Pada tanggal 15 Januari 2008 Jam 14.30 WIB. Lihat juga Bahige Mulla Huech and Team, Tareq: Pendahuluan, Tata Bahasa dan Kaligrafi, (Spanyol: Didaco. S.A, 2003), h. 3

1 comment:

Hasanudin said...

jayyid, tapi akan lebih bagus tulisan antum dikasih kesimpulan he he he. Komentar tentang keunggulan bahasa arab dari orang non Arab ada gak ?