Tuesday, December 16, 2008

PERUBAHAN MAKNA

Oleh: Muh. Ii Wahyuddin, M.A & Tardi, M.A
PENDAHULUAN
Perubahan bahasa menyangkut soal bahasa sebagai kode, di mana sifatnya yang dinamis, dan sebagai akibat persentuhan dengan kode-kode lain, bahasa itu bisa berubah. Bahasa yang telah berlangsung relatif lama tidak dapat diamati dan diobservasi perubahannya oleh seseorang dalam waktu yang relatif terbatas. Namun yang dapat diamati oleh seseorang adalah bukti perubahannya. Inipun terbatas pada bahasa-bahasa yang sudah mempunyai tradisi tulis-menulis dan mempunyai dokumen tertulis dari masa-masa lampau. Bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa Jawa termasuk bahasa yang dapat diikuti perkembangannya sejak awal, sebab mempunyai dokumen-dokumen tertulis.
Perubahan bahasa lazim diartikan sebagai adanya perubahan kaidah, baik itu kaidahnya direvisi, kaidahnya menghilang, atau munculnya kaidah baru; dan semuanya itu dapat terjadi pada semua tataran linguistik: fonologi, morfologi, sintaksis, semantik maupun leksikon. Pada bahasa-bahasa yang sudah mempunyai sejarah panjang tentu perubahan-perubahan itu sudah terjadi berangsur dan bertahap.[1]
Perubahan bahasa yang merupakan pembahasan dalam makalah ini adalah perubahan dalam bidang semantik. Perubahan semantik secara umum bisa terjadi perubahan pada makna butir-butir leksikal yang mungkin berubah total, meluas, atau juga menyempit. Oleh karena itu, untuk mengetahui perubahan makna itu lebih jauh, maka terlebih dahulu kita mengetahui faktor-faktor perubahan makna dan macam-macamnya.
PEMBAHASAN
A. Faktor-faktor Perubahan makna
Secara sinkronis makna sebuah kata atau leksem tidak akan berubah, tetapi secara diakronis ada kemungkinan dapat berubah. Maksudnya, dalam masa yang relatif singkat, makna sebuah kata akan tetap sama, tidak berubah; tetapi dalam waktu yang relatif lama ada kemungkinan makna sebuah kata akan berubah. Ada kemungkinan ini bukan berlaku untuk semua kosakata yang terdapat dalam sebuah bahasa, melainkan hanya terjadi pada sejumlah kata saja, yang disebabkan oleh berbagai faktor.
Ada dua faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan makna suatu kata atau ujaran yakni faktor kebahasaan dan faktor sosial. Faktor penyebab terjadinya perubahan makna kata atau ujaran yang bersifat kebahasaan adalah faktor yang ada dalam atau terkait langsung dengan kata atau ujaran tersebut sedangkan faktor sosial berkaitan dengan masyarakat penutur, perkembangan sosial budaya, kondisi psikologis dan lain-lain.
Secara umum penjelasan kedua faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :[2]
1. Faktor kebahasaan, di antaranya :
a. Frekuensi penggunaan kata atau ujaran. Tingginya frekuensi penggunaan kata atau ujaran dapat menimbulkan perubahan maknanya, baik meluas atau menyempit. Tiga kemungkinan perubahan makna kata atau ujaran akibat tingginya frekuensi penggunaan, yaitu :
1) Penyempitan makna umum seperti kata المؤمن , المسلم, الصلاة :
2) Perluasan makna khusus, seperti kata : الورد, الرائد, النجعة, المنيحة
3) Perubahan makna kiasan menjadi makna yang sebenarnya. Seperti kata: المجد,الوغي, العقيقة
4) Penggunaan kata menjadi nama dan atau istilah-istilah dalam disiplin ilmu. Seperti istilah Nahwu المبتداء الخبر, dan istilah Psikologi seperti الإدراك, الوجدان .
b. Perkembangan bunyi kata. Sebuah kata atau ujaran yang mengalami perkembangan yang cukup lama sehingga salah satu hurufnya mengalami perubahan bunyi. Lambat laun maknanya mengalami perubahan pula. Contoh kata: كماش, yang mengalami perubahan pada kata tersebut adalah bunyi huruf ك menjadi huruf ق, sehingga menjadi قماش.
c. Pengaruh gramatikal. Contoh kata الفردوس , yang berarti surga. Kata ini berasal dari bahasa Greek (Yunani) ’Paradeisos’ yang mengikuti wazan فعاليل yang berarti ‘kebun’.
2. Faktor Non Bahasa, di antaranya:
a. Perbedaan strata social. Contoh kata : حقل . Kata ini mempunyai dua makna, yaitu tanah dan lapangan ilmu. Kata حقل yang berarti tanah itu menurut pemahaman kelompok petani, sedangkan حقل yang berarti lapangan ilmu adalah menurut para peneliti atau ilmuwan. Contoh lainnya seperti ,معمل عملية
b. Perubahan social dan budaya. Contoh: القطار yang mempunyai makna asalnya iring-iringan onta. Disebabkan oleh kemajuan teknologi transportasi, maka kata tersebut beralih makna menjadi kereta. Contoh lainnya seperti الريشة, البريد,الخليفة
c. Aspek psikologis. Contoh: بيت الراحة mengandung makna WC atau toilet, أبو البيضاء dipakai untuk memanggil orang yang berkulit putih.
Menurut Dr. Ahmad Mukhtar Umar ada beberapa faktor yang menyebabkan perubahan makna suatu kata atau ujaran, di antaranya:[3]
1. Adanya kebutuhan
Makna yang terkandung dalam suatu kata atau ujaran sering mengalami perubahan baik meluas, menyempit ataupun berubah total. Salah satu sebabnya karena kebutuhan manusia dan masyarakat untuk menyatakan suatu symbol yang tidak ditemukan kata atau ujaran khusus sebelumnya yang merujuk pada symbol tersebut.
Sekelompok masyarakat yang menggunakan bahasanya sering kali mendapatkan kekurangan kosa kata, ketika mereka mendapatkan ide-ide atau sesuatu yang baru. Sehingga untuk mengungkapkannya itu, mereka mengambil kata-kata dari luar bahasanya (kata pinjaman/ serapan) atau mereka menggunakan bahasanya sendiri dengan menentukan kata baru.[4] Pada era moderen banyak ditemukan kata-kata atau ujaran lama tetapi mengalami perubahan makna yang disebabkan oleh munculnya kebutuhan-kebutuhan. Contohnya: الهاتف , المذياع , القطار , التسجيل , الثلاجة , الدبابة
2. Perkembangan social dan budaya
Perkembangan social dan budaya yang berlangsung di lingkungan masyarakat juga merupakan salah satu sebab terjadinya perubahan makna. Sebenarnya faktor kedua ini sudah termasuk ke dalam pembahasan yang pertama, tetapi disebabkan faktor ini sangat penting para linguis memisahkannya dari faktor di atas.[5] Perubahan makna yang tampak disebabkan oleh faktor social dan budaya terbagi ke dalam tiga bentuk:
bentuk peralihan makna dari makna konkrit kepada makna abstrak. Contohnya:
bentuk penggunaan kata-kata tertentu yang sudah merupakan konvensi sekelompok masyarakat yang berbeda budaya dengan makna yang dapat dimengerti berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya serta profesinya. Contohnya: الحقل, المعمل, العملية
Bentuk penggunaan kata-kata lama dan diucapkannya pada makna yang baru, karena ada kesesuaian makna, walaupun bentuk (simbol) itu berbeda. Contohnya: السفينة (ship), البيت (house), الكتاب
3. Perasaan-perasaan emosional dan jiwa
Bahasa-bahasa diungkapkan dan digunakan untuk menyatakan kata-kata yang jelas. Kata-kata itu bilamana diucapkan atau ditulis dapat mengundang pemahaman negatif, maka kata-kata itu disebut tabu. Kata-kata tabu tidak menyebabkan terjadinya perubahan makna. Namun akhir-akhir ini, muncul kata-kata baru sebagai pengganti kata-kata lama yang dianggap tabu, tetapi masih mengandung makna lama (tabu).
Kata-kata tabu dapat muncul diakibatkan oleh faktor psikologis dan emotif. Sedangkan pengungkapan kata tersebut karena ada beberapa tujuan, yaitu : (1) tabu karena takut, (2) tabu karena kehalusan, (3) tabu karena kesopanan.[6] Contohnya: kata ’seni’ yang mempunyai dua makna, yaitu air kencing dan halus. Contoh lainnya seperti kata ’butuh’, ’tele’, ’momok’.
4. Penyimpangan kebahasaan
Penyimpangan kebahasaan bisa terjadi pada kata-kata yang mengandung makna majaz (kiasan), atau bisa terjadi karena kurang pemahaman terhadap makna yang dimaksud. Karena itu para linguis menetapkan daftar kata-kata dan maknanya serta meralatnya dengan makna yang tepat sesuai dengan komunitas bahasa dan lebih mudah diucapkan oleh mereka. Penyimpangan kebahasaan yang secara tiba-tiba biasanya terjadi di beberapa tempat di mana anak-anak (pengguna bahasa pemula) berinteraksi dengan para remaja dan orang tua. Dari lingkungan ini, muncul makna-makna kata baru.
Dr. Anis memberikan suatu gambaran tentang penyimpangan kebahasaan pada kata-kata tertentu, seperti الأرض(bumi) yang mengandung macam-macam makna, yaitu الكوكب (planet) dan الركام (kilat). الليث juga bisa mengandung makna harimau atau laba-laba. [7]
Anak-anak kecil merupakan salah satu contoh konkrit terjadinya penyimpangan kebahasaan. Mereka menamakan satu benda dengan kecenderungan pada bentuknya bukan pada fungsinya. Seperti الفأس, المطرقة, mereka mengatakannya sama dengan kata "قدوم". Kata "paint" mereka katakan sebagai pengganti nama cat semir sepatu.
5. Peralihan makna majazi
Perubahan makna dari makna hakiki atau makna asal kepada makna majazi dapat melahirkan makna baru bagi kata tersebut. Perubahan tersebut terjadi karena adanya hubungan antara makna pertama dengan makna-makna lainnya melalui hubungan makna, persamaan makna. Contohnya kata أسد makna hakikinya adalah nama binatang buas. Kata ini bisa berubah maknanya menjadi makna majazi ‘laki-laki yang berani’.
Kata yang bermakna hakiki dapat beralih menjadi makna majazi dengan menetapi 3 syarat, yaitu: [8]
1. peralihan makna itu berdasarkan ketetapan para ahli bahasa
2. adanya qarinah yang membatasi antara makna hakiki dan majazi
3. pengungkapan kata tersebut memang tidak rasional.
Dari satu kata yang beraneka bentuknya dapat mengandung bermacam-macam maknanya. Contoh: Kata الهلال . Kata tersebut dapat berubah maknanya dalam berbagai bentuknya seperti: هلال البطيخة - هلال السماء- هلال الصيد – هلال النعل – هلال الاصبع - . Demikian pula kata العين dapat berubah maknanya sesuai dengan bentukannya, seperti: عين الماء – عين المال – عين الميزان.[9]
Sesuai dengan perjalanan waktu, penggunaan kata majazi sudah mengacu pada satu kata kadang memiliki dua arti dan makna majazi kadang didasarkan pada makna hakikinya.
6. Inovasi (pembaharuan makna)
Inovasi bahasa tidak mungkin dilakukan oleh semua orang. Karena itu, ada dua kelompok yang bisa dipercaya untuk melakukan pembaharuan bahasa, terutama menyangkut makna, yaitu:[10]
a. Para pakar bahasa dan sastra. Adapun tujuan mereka melakukan pembaharuan dikarenakan untuk menjelaskan dan menguatkan makna-makna yang terkandung di dalam bahasa dan sastra yang sebelumnya makna itu masih tersembunyi.
b. Lembaga-lembaga bahasa dan keilmuan. Lembaga-lembaga ini mempunyai kepentingan untuk menggunakan istilah-istilah bahasa dan keilmuan dengan mengungkapkan kata dan memberikan maknanya yang baru supaya kata dan maknanya dipahami oleh masyarakat. Misalnya kata "root", penggunaan dan pemberian maknanya tergantung si pembicara, apakah dia seorang petani, pakar olah raga, atau pakar bahasa.
B. Macam-macam Perubahan makna
Perubahan makna pada awalnya merupakan bahan kajian para ahli retorika yaitu sejak zaman Aristo. Pada masa yang cukup lama itu, mereka hanya mampu mengidentifikasi kata-kata majaz yang disebabkan karena keindahan susunannya. Kemudian upaya tersebut diteruskan oleh para linguis dengan melakukan penelitian terhadap proses perubahan makna.
Secara garis besar, perubahan makna menurut para linguis dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu aspek logika dan jiwa. [11] Adapun perubahan makna kata atau satuan ujaran ada beberapa macam, yaitu:
1. Perluasan Makna (Widening of Meaning / توسيع المعنى)
Yang dimaksud dengan perubahan makna meluas adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah makna.[12] Artinya, kata tadi awalnya bermakna 'A' ; maka kemudian bermakna 'B'. Sedangkan menurut Muhammad Ali Al-Khuli perluasan makna adalah salah satu perubahan yang terjadi pada beberapa kata dalam waktu yang panjang [13]Berikut inki beberapa kata yang mengalami perluasan makna:
Baju ;Pakaian yang dikenakan dari mulai pinggang hingga bahu- Baju berikut celana, sepatu, dasi dan topi.
Saudara ; ’Seperut ’ atau ’sekandungan’; Siapa saja yang sepertalian darah
Kakak; Saudara sekandung yang lebih tua ; Siapa saja yang pantas dianggap sebagai saudara sekandung yang lebih tua
Mencetak ; Satu pekerjaan dalam bidang penerbitan buku, majalah atau koran ;Membuat, atau menghasilkan, atau memperoleh, mencari, mengumpulkan
البأس; Ketakutan dalam berperang ; Ketakutan dalam situasi apapun
الأيم ; Wanita lajang ; Termasuk juga pria lajang
الرافضة; Sekte syi’ah di Kufah ; Sekte syi’ah di mana saja
فرعون ; Raja Mesir yang arogan ; Pemimpin yang arogan
Barn ; Tempat menyimpan gandum ; Tidak sekedar tempat menyimpan gandum
Bridde; Burung kecil ; Buruing apa saja

2. Penyempitan Makna (Narrowing of Meaning / تضييق المعنى)
Perubahan makna menyempit adalah berpindahnya makna yang umum (generik) dari suatu kata menuju makna khusus atau berpindahnya suatu kata dari makna yang luas menuju makna yang sempit. Perubahan makna yang menyempit artinya, kalau tadinya sebuah kata atau satuan ujaran itu memiliki makna yang sangat umum tetapi kini maknanya menjadi khusus atau sangat khusus.[14] Dan menurut Muhammad Ali Al-Khuli, penyempitan makna berarti sebuah kata dalam kurun waktu yang panjang mengalami penyempitan makna dari makna asalnya yang luas[15] Berikut beberapa contoh kata yang mengalami penyempitan makna :

Sarjana; Orang pandai /Cendikiawan; Lulusan Perguruan Tinggi
Ahli; Anggota dalam keluarga; Orang yang pandai dalam satu cabang ilmu
Pendeta; Orang yang berilmu; Guru agama Kristen
Sabtu; Masa atau zaman ; Salah satu nama hari dalam satu minggu
الصلاة; Doa secara umum; Ibadah khusus yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam
الحج; Bermaksud terhadap sesuatu; Bermaksud mengunjungi baitul haram
المؤمن; Orang yang merasa aman dari bahaya jiwa, harta dan haraga diri ; Orang yang beriman atau membenarkan
المسلم; Berserah diri ; Tunduk terhadap perintah Allah
الورد; Mendatangkan air ; Menjadikan sesuatu sebagai wiridan

3. Perubahan Total (Pejorative Change/ انحطاط المعني )
Yang dimaksud dengan perubahan total adalah makna yang dimiliki sekarang sudah jauh berbeda dari makna aslinya.[16] Memang ada kemungkinan makna yang sekarang masih ada hubungannya dengan makna yang terdahulu.
Perubahan makna tersebut bisa terjadi makna asalnya halus atau tinggi kedudukannya kemudian beralih menjadi makna yang kasar atau rendah. Perubahan semacam ini dikenal dengan istilah Pejorative Change.[17]
Apabila perubahan itu terjadi dari makna yang rendah kedudukannya kepada makna yang halus atau tinggi, maka disebut Meliorative Change (تسامي المعني).[18] Berikut ini beberapa kata yang telah mengalami perubahan makna secara total:
Ceramah ;Cerewet , banyak cakap; Pidato di depan orang banyak
Seni ; Dihubungkan dengan air seni; Karya atau ciptaan yang bernilai halus
Pena ; bulu; Alat tulis yang menggunakan tinta
حاجب; Jabatan Perdana Menteri (di Andalus);Penjaga Pintu
وزير; Menteri (di Negara Arab); Polisi (di Spanyol)
الفردوس; Lahan subur ; Nama surga


KESIMPULAN
Salah satu aspek perubahan bahasa adalah perubahan makna. Perubahan makna ini menjadi sasaran kajian semantik historis yang merupakan perhatian para linguis. Kemudian sekitar permulaaan abad ke-19, lahirlah ilmu yang mempelajari kajian semantik historis dengan istilah Semasiology. Kajian ini pertama kali muncul di Jerman lalu dikembangkan di negara Prancis oleh para ahli sosiolinguistik termasuk di antaranya murid-murid Meillet.
Setiap bahasa akan mengalami perkembangan sesuai dengan pergantian zaman. Di antara perkembangan bahasa itu adalah perubahan makna, yaitu perubahan kata-kata atau bunyi ujaran terhadap maknanya. Atau perubahan makna yang terjadi disebabkan karena terdapat hubungan yang mendasar antara makna asalnya dengan makna yang muncul kemudian. Dan perubahan itu tidak terjadi langsung seketika, namun ada beberapa faktor yang mendorong terhadap perubahan tadi sesuai dengan perkembangan zaman.Faktor yang mempengaruhi perubahan makna secara umum ada dua, yakni faktor kebahasaan dan non kebahasaan. Bentuk perubahan makan ada tiga macam yaitu ; penyempitan, perluasan dan berubah total.




DAFTAR PUSTAKA

Abdul Chaer,. Drs., Linguistiik Umum, Penerbit Rieneka Cipta, Jakarta, 2003
Abdul Chaer,. Drs., Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 2002
Abdul Chaer, Leonie Agustina, Sosiolinguistik, Rineka Cipta, Jakarta, 2004
Abdul Ghaffar Hamid Hilal,. Dr., ‘Ilm al-Dilalah al-Lughawiyyah, Kairo
Abdul Karim Mujahid,. Dr., al-Dalalah al-Lughawiyyah 'inda al-'Arab
Ahmad Mukhtar Umar,. Dr. 'Ilm al- Dalalah, Kuwait, Maktabah Dar al-'Arubah, 1982
Farid 'Iwadl Haidar, Dr., 'Ilm al-Dilalah, Kairo, Maktabah al-nahdloh al-Mishriyyah, 1999
Fatimah Djajasudarma,. T. Dr., Semantik 2 Pemahaman Ilmu Makna, Bandung, Refika Aditama, 1999
Fayiz al-Dabbah., Dr., 'Ilm al-Dilalah al-'Arabiy., Beirut, Dar al-Fikr, 1996
Muhammad Ali Al Khuli, A Dictionary of Theoretical Linguistics, Beirut, Librarie du Liban, 1982
[1] Abdul Chaer, Leonie Agustina, Sosiolinguistik, Rineka Cipta, Jakarta, 2004, 136.
[2] Dr. Abdul Ghaffar Hamid Hilal, ‘Ilm al-Dilalah al-Lughawiyyah, Kairo, hal. 54
[3] Dr. Ahmad Mukhtar Umar, 'Ilm al-Dilalah, Kuwait, Maktabh Dar-al-'Arubah, 1982.
[4] Ibid., hal. 237.
[5] Ibid., hal. 238.
[6] Dr. T. Fatimah Djajasudarma, Semantik 2 Pemahaman Ilmu Makna, Bandung, Refika Aditama, 1999, hal. 63.
[7] Dr. Ahmad Mukhtar Umar, op. cit., hal. 240.
[8] Dr. Abdul Ghaffar Hamid Hilal, op cit., hal. 118.
[9] Dr. Abdul Karim Mujahid, al-Dalalah al-Lughawiyyah 'inda al-'Arab. Hal. 117.
[10] Dr. Ahmad Mukhtar Umar, op. cit., hal. 242.
[11] Ibid., hal. 243.
[12] Drs. Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hal. 141.
[13] Muhammad Ali Al-Khuli, A Dictionary of Theoretical Linguistic, Librari du Liban, Beirut, 1982hal 310
[14] Drs.Abdul Chaer, Linguistiik Umum, Penerbit Rieneka Cipta, Jakarta, 2003,hal.314
[15] Ibid ,hal 179
[16] Ibid., hal. 143.
[17] Dr. Abdul Karim Mujahid, op. cit., hal. 142.
[18] Ibid., hal. 143.

No comments: